My Coldest CEO

15| Request Fulfilled



15| Request Fulfilled

0Felia menatap Azrell yang melambaikan tangannya ke udara sambil masuk ke dalam mobilnya. Setelah mobil itu mulai melaju dan meninggalkan pekarangan rumah, ia langsung saja masuk kembali ke dalam rumah.     

Sepertinya beruntung sekali menjadi Azrell, memiliki segalanya dan juga riwayat pendidikan yang tinggi membuat wanita itu bisa meraih posisi sekretaris di perusahaan pencakar langit yang sangat terkenal.     

Tidak, ia tidak iri. Hanya saja... kenapa nasibnya sesial ini? Dan belum lagi, Azrell berpesan kepada dirinya untuk memakai dress cantik dan memoles wajah dengan make up supaya menyegarkan wajahnya.     

Setelah Azrell sadar kalau kekasihnya pergi keluar negeri tanpa memberikan kabar pada dirinya, wanita tersebut langsung menghembuskan napas yang terlihat jika dirinya sangat kecewa. Lalu berakhir menyuruh Felia untuk mengambil barang-barang Azrell di rumah kekasihnya itu.     

Katanya, ia malas bertemu dengan laki-laki itu karena sifatnya yang menyebalkan. Dan kini, kenapa jadi dirinya ikut terseret ke dalam permasalahan mereka?     

"Menyebalkan," gumam Felia sambil menaiki anak tangga dan segera masuk ke dalam kamar Azrell yang berada di rumah ini. Menatap sebuah dress, tergantung pada gantungan baju lalu mengalihkan pandangannya ke arah meja rias yang sudah tersusun apik berbagai macam peralatan make up. Katanya, kalau menginjak rumah yang akan dikunjunginya, harus berpakaian rapih.     

"Sebaiknya ku lakukan dengan cepat, daripada nanti berlama-lama dan entah apa yang akan terjadi pada diri ku."     

"Untuk pertama kalinya aku memutuskan berpenampilan seperti Azrell, semoga ini yang pertama dan terakhir kalinya. Iya, semoga..."     

Azrell tidak menjelaskan spesifikasi laki-laki yang menjadi kekasihnya, atau sekedar memberitahukan namanya. Hanya memberi alamat, lalu menyuruh Felia untuk berangkat kesana menggunakan mobil yang berada di garasi. Dan sialnya lagi, ia tidak bisa menyetir!     

"Supir taksi adalah kekasihku, iya nanti akan ku buat sebuah cerita yang berjudul seperti itu." ucap Felia dengan nada lesu. Ia mulai melucuti bajunya --untung saja sudah mandi-- dan berganti pakaian dengan dress berwarna biru cerah dengan kerah v yang tidak terlalu rendah. Lalu berjalan ke arah meja rias dan mendaratkan bokongnya pada sofa kecil yang sudah tersedia.     

Tadi, Azrell juga sudah mengatakan pemakaian step by step make up. Dari primer, sampai ke polesan terakhir di bibir pun sudah di jelaskan secara detail.     

Menatap wajahnya yang tercetak jelas di cermin, lalu menghembuskan napasnya. Kalau Azrell mempercayai dirinya, kenapa dirinya tidak?     

Drtt...     

Drtt...     

Drtt...     

Felia yang baru ingin memulai kegiatan memoles wajahnya itu pun langsung saja mengalihkan pandangannya ke arah ponsel yang memang tadi ia simpan di atas meja rias. Melihat nama kontak yang menghubungi, lalu bernapas lega saat tahu kalau Azrell lah yang menghubungi dirinya.     

Menggeser tombol hijau, lalu menyandarkan ponselnya ke cermin karena kini Azrell menelponnya dengan video.     

"Hai," sapa Azrell di seberang sana sambil melambaikan tangannya ke arah kamera.     

Wanita itu sepertinya menyandarkan ponsel dan menaruhkan tepat di atas dashboard karena kini yang Felia bisa lihat Azrell masih duduk manis di kursi mobil dengan kedua tangan yang sudah terjulur memegangi kedua stir mobil.     

"Hai, kenapa menelpon ku lagi? Bukannya kamu harus berkendara untuk ke kantor?" tanya Felia sambil menaikkan sebelah alisnya, ia mengambil sebuah primer yang entahlah mungkin harganya tidak perlu di beri tahu. Mengaplikasikan gel bening itu ke wajahnya, sambil menukar pandang antara ke cermin dan juga ke layar ponselnya.     

Terlihat Azrell di seberang sana tengah menganggukkan kepalanya. "Iya, tapi sedang lampu merah dan ku pikir aku ingin menghubungi mu sebentar." ucapnya yang memberikan penjelasan kepada Felia, toh memang benar lampu merah pergantian arus jalanan sedang tersuguh di hadapannya.     

"Iya, ada apa memangnya?"     

"Jangan lupa bawa koper kecil milikku, ada di dalam lemari pakaian di kamar."     

"Koper? Untuk apa? Memangnya barang-barang mu di sana ada apa saja, dan berapa banyak?"     

Tidak di sangka, Azrell dan kekasihnya mungkin saja terkadang satu rumah. Buktinya barang-barang milik wanita itu ada di sana.     

Azrell tampak meringis kecil lalu di detik selanjutnya terkekeh, "Ya pokoknya nanti kamu masuk saja ke kamar tamu. Bilang pada Bara kalau kamu di suruh nona Azrell untuk mengambil semua itu," ucapnya yang mengarahkan Felia.     

"Nanti kalau aku di tuduh pencuri, bagaimana?" tanya Felia dengan tatapan yang sangat polos. Kan dirinya tidak mengenal sang Tuan rumah, tiba-tiba saja di suruh datang ke rumah itu dan mengambil barang-barang yang berada di sana. Memang terdengar sangat aneh.     

"Tidak, tidak akan." balas Azrell sambil menggelengkan kepalanya. Ia yakin seratus persen kalau Bara akan menganggap Felia sebagai kekasih dari sang Tuan rumah.     

"Dan siapa itu Bara?"     

"Euhm dia Chef di sana, tapi tidak pernah bertemu dengan ku karena pekerjaan dia terjadwal. Jadi, palingan nanti dia menganggap diri mu sebagai wanitanya kekasih ku."     

"Apa itu baik?"     

"Memangnya siapa yang melarang? Lagipula kekasih ku sudah terbiasa bergonta-ganti wanita."     

Felia menghembuskan napasnya, kalau perintah Azrell saja tidak jelas dan terlalu berbelit-belit, bagaimana ia bisa membantu? "Ah tidak jadi saja deh, nanti kamu sendiri yang langsung ke sana. Lagipula tidak sopan datang ke dalam rumah orang yang pemiliknya sedang keluar."     

"Tidak, aku tidak mau menginjakkan kaki di sana."     

"Masa? Paling nanti beberapa hari kemudian kembali membaik lagi."     

"Ya bayangkan saja, tadi pagi aku baru saja mengucapkan selamat pagi padanya di sosial media dan dia membalasnya. Saat aku tanya dirinya sedang di mana, ternyata dia jawab di Mexico. Semudah itu..."     

Felia memusatkan perhatiannya secara penuh ke Azrell. Ia memang tidak pernah merasakan kisah percintaan, tapi apapun yang dirasakan wanita di seberang sana itu sangat terasa sampai ke ulu hatinya. "Baiklah, aku akan membantu mu. Kalau seperti itu, jangan kembali lagi karena kamu sudah lelah kan?" ucapnya.     

"Inginnya seperti itu, lagipula untuk apa segala uang yang di ma berikan ke aku tapi tidak pernah menaruh rasa? Ya ibaratnya seperti diriku menggenggam erat tangkai mawar."     

Fondation, blush-on, eyeshadow, eyeliner, bulu mata palsu, maskara, pokonya semuanya sudah lengkap melekat di wajah cantik Felia.     

"Baiklah, kamu tenang dulu, Ica. Sekarang, nilai penampilan ku. Sekarang aku terlihat seperti badut." ucapnya.     

Azrell tampak melajukan mobilnya karena kini terlihat pemandangan luar yang mulai bergerak. Menolehkan kepalanya sedikit ke arah ponselnya, lalu terkejut dengan penampilan Felia. "Kamu serius Fe? Cantik banget!" ucapnya.     

Felia meringis kecil, ia tidak pernah di puji mengenai penampilan. Dan sekalinya di puji, tentu saja terdengar sangat lah aneh. "Jangan berlebihan, Ca. Ini demi kamu ya, sekali ini aja."     

"Tidak, kalau kamu mau seterusnya juga gak masalah kok."     

Felia menghembuskan napasnya, ia menatap dalam pantulan tubuhnya cermin. Beranjak dari duduk, lalu meneliti tubuhnya dari atas sampai bawah, memang terlihat cantik sih tapi masih kalah cantik jika dibandingkan Azrell.     

"Jadi, aku harus bagaimana nanti? Membungkuk sopan layaknya tamu kerjaan?"     

Terdengar kekehan kecil dari seberang sana. "Jangan bercanda, tinggal di mansion mewah bukan berarti tinggal di istana, Fe." ucap Azrell di seberang sana yang tidak habis pikir dengan kinerja otak Felia yang terdengar sangat menggemaskan.     

"Itu menurut mu, tapi menurut ku lain."     

"Ya nanti pokonya kamu bilang saja apa yang aku katakan tadi, masih ingat gak?"     

Felia menganggukkan kepalanya, ia masih menyimpan seluruh kalimat suruhan Azrell untuk dirinya. "Tentu saja, Ica. Aku harus menemui Bara dan bilang pada laki-laki berprofesi chef itu, kalau aku ingin mengambil barang-barang. Benar?"     

"That's true, good girl."     

Tidak ingin membuang-buang waktu, Felia segera menyisir rambutnya yang jatuh lurus lalu setelah itu berjalan ke arah lemari untuk mengambil koper kecil yang di maksud Azrell.     

Meraih sebuah koper berwarna biru laut, lalu mengeluarkannya dari dalam sana.     

"Ini kan kopernya?" tanya Felia sambil kembali berjalan ke arah ponselnya berada, mengangkat sedikit koper tersebut supaya.     

"Iya, pakai mau saja yang itu. Kamu bisa kan berkendara? mobil sport ku ada di garasi." jawab Azrell yang masih sibuk menyetir dan membiarkan ponselnya berada di sana, selagi tidak kehilangan titik fokus, ia tidak masalah kalau hanya sekedar berucap saja.     

Felia meringis kecil. Jangankan berkendara menggunakan mobil, pakai sepeda motor saja ia tidak bisa. Kalau sepeda, ia ratunya!     

"Gak bisa, Ca." ucapnya dengan kekehan kecil, menggaruk lengannya yang tidak gatal dan menghadiri sebuah senyuman menahan malu.     

"Yaudah kamu pesan saja taksi online nanti berikan alamatnya pada supir dan suruh berhenti tepat di gerbang utama, jangan masuk ke dalam." ucap Azrell yang memberikan peringatan.     

"Memangnya kenapa?"     

"Kekasihku tidak suka kalau ada mobil lain yang tidak di kenal masuk ke dalam pekarangan rumahnya."     

Felia menaikkan sebelah alisnya, aneh sekali. Apa orang kaya akan seperti itu? Oh atau jangan-jangan halaman rumahnya sebesar rumah lama milik Azrell yang kini ia tempati?     

"Ah baiklah, aku mengerti." ucapnya sambil menganggukkan kepalanya. Ia pasti nanti akan melangkah ke halaman rumah yang mewah, bisa-bisa belum masuk ke dalam rumah itu, ia sudah di buat lelah.     

Felia mengambil ponselnya setelah berhasil mendirikan koper, lalu menatap Azrell yang kini terlihat fokus dengan jalanan di depannya. "Aku berangkat dulu ya,"     

"Iya, Fe. Hati-hati. Ah jangan lupa buat surat 'good bye' dan taruh di atas nakas kamar tamu di sana."     

"Jadi, kamu memutuskan hubungan dengannya, Ca? Kalau dia ternyata benar-benar sayang, bagaimana?"     

"Yang benar-benar sayang gak bakalan pernah biarin kekasihnya menunggu terlalu lama, dan ini sudah keterlaluan."     

"Yasudah Ca jangan di pikirkan, hati-hati berkendara. Ku matikan telponnya,"     

"Iya, Fe. Ingat selalu ya segala ucapan ku dan titipan surat selamat tinggal,"     

"Siap, aku tidak akan lupakan itu, Ica. Selamat bekerja, dan tetap semangat!"     

Pip     

Setelah itu, tangan Felia bergerak untuk menyambar tas selempang yang berada di gantungan. Menaruh ponselnya di sana dan mengecek apa ada barang-barang penting yang ketinggalan seperti ID card atau lainnya.     

"Sudah selesai, sekarang waktunya berangkat untuk menuntaskan apa yang tidak berhubungan dengan diri ku."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.